(( Pengalaman bukan apa yang terjadi pada anda, melainkan apa yang anda lakukan atas apa yang terjadi ))
(Aldous Huxley)

Kamis, 06 Januari 2011

Kombinasi Mantiq Di dalam Al-Mustashfa (Wacana Singkat Al-Mustashfa)



A. Prolog 


Puja dan puji syukur kepada Allah yang memberikan kenikmatan kesehatan jasmani dan rohani sehingga menjadikan kita bisa menjalankan aktifitas sehari-hari dalam menyikapi problematika dan perjalanan hidup ini.
Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada pembimbing umat dalam menjawab problematika hidup dengan syariat-syariat yang dibawa, beliau adalah Nabi Muhammad Saw.
Abad kelima merupakan abad percampuran antara Mantiq Aristi, Filsafat Yunani dengan Ushul Islam dan Mantiq Islam. Hanya saja al-Ghazali (505 H.) bukanlah orang pertama kali yang menerapkan metode kombinasi mantiq kedalam ilmu-ilmu Islam, melainkan Ibnu Hazm (456 H.) orang yang pertama kali melakukannya. 
Pengaruh millieu dalam kehidupan ilmiyah al-Ghazali sangat berpengaruh dalam membentuk pola pikir al-Ghazali yang dituangkan dalam karangan-karangan beliau, khususnya Ushul Fikih mulai dari al-Mankhul dalam apresiasinya dan tangapannya terhadap pendapat-pendapat gurunya Imam al-Haramain, Tahdzib al-Ushul, Syifa al-Ghalil sampai pada karya terakhir yang menyikapi dan menanggapi kitab-kitab sebelumnya yaitu al-Mustashfa.
Di dalam kitab ini, al-Ghazali merepresentasikan wacana baru dengan metode independen yang beliau terapkan serta perubahan istilah-istilah non islami menjadi islami menjadikan diterimanya penjelasan dan metode-metode yang ditawarkan.
Tetapi walaupun dikatakan al-Mustashfa adalah pondasi dalam Ushul Fikih Mutakallimin, hal itu tidak luput dari kritikan-kritikan yang dilontarkan Ibnu rusyd dalam kitab al-Dharuri dan Ibnu Taymiyyah dalam kitab Naqda al-Mantiq.
Dalam polemik ini kita bisa mengaca dan mencari jawaban-jawaban yang jelas dan pasti dalam menanggapi dan menjawab permasalahan ushul fikih, bukan berarti menghindar atau bahkan menolak dengan adanya kritikan-kritikan, menjadikan kita mengambil yang jernih meninggalkan yang keruh dan perbedaan umat (fuqaha') adalah rahmat.

I- Teori Metode Al-Ghazali Dalam Mustashfa

Sosok Imam al-ghazali tak terlepas dari sosio-kultural beliau dalam berinteraksi dengan millieu sehingga beliau tak terlepas dari pemikiran-pemikiran yang berkembang saat itu.
Beliau terkenal kepiawaiannya serta multi pemikiran yang dimiliki menjadikan banyak sekali pembahasan yang beliau dedikasikan saat itu hingga sekarang dalam menjawab tantangan zaman serta menjadikan solusi jitu dalam setiap permasalahan yang dilontarkan.
Guru beliau Imam al-Haramain merupakan sosok awal yang membuat beliau terdorong untuk mengarang ilmu ushul, hal tersebut merupakan permulaan perjalanan ilmiyah beliau sebelum mengajar di madrasah al-Nadzdzamiyyah di Baghdad. 
Begitupula sebaliknya, al-Mustashfa merupakan di antara kitab-kitab karangan beliau di akhir kehidupan ilmiyah, setelah kembali dari Damaskus ke tanah kelahirannnya dan mengulangi pengajaran di Naisabur, seperti yang termaktub dalam pendahuluannya. Sehingga dalam setiap metode yang ada dalam kitab memberikan wacana tersendiri yang tak terlepas dari perjalanan ilmiyah serta problematika yang ada pada saat itu.
Ibnu Khaldun berkata: "sesungguhnya sebaik-baik kitab yang ditulis oleh Mutakallimin adalah kitab al-Burhan karangan Imam al-Haramain, al-Mustashfa karangan Imam al-Ghazali, kedua-duanya merupakan dari golongan al-Asy'ariyyah, dan kitab al-Ahd karangan Abdul Jabbar, dan syarahnya al-Mu'tamad karangan Abu Husain Al-Bashri, kedua-duanya merupakan dari golongan al-Mu'tazilah, Keempat kitab itu merupakan pokok-pokok dan pondasi-pondasi bidang ilmu ushul fikih. 
Al-Mustashfa termasuk kitab ushul al-Ghazali yang lebih jelas dalam segi bahasanya, kematangan ringkasan-ringkasan dan hasil-hasil dari segi dominasi makna atas lafadz, jelas pemahamannya, sederhana ungkapannya, sistematis judul dan pembahasannya, serta menggunakan metode mantiq. Di dalam kitab ini al-Ghazali memberikan metode tersendiri di dalam mengungkap dan meberikan solusi dalam suatu perdebatan dan penyempitannya di dalam perbedaan yang sengit antara Ahli Ushul, sehingga beliau menerangkan bahwa perbedaan itu dari segi lafadz yang tidak sampai pada perbedaan furu', adapun apabila perbedaan itu dari segi makna maka akan menyebabkan pada perbedaan furu'.
Diantara hal yang membuat kitab ini lebih unggul dalam segi kekhususan ilmiyahnya yaitu karena kitab ini merupakan karangan yang sempurna dalam menyingkap pendapat-pendapat al-Qadhi al-Baqilani yaitu Imamnya Ahli Ushul dari Mutakallimin, sekiranya al-Ghazali menyingkap dan menjaga koodifikasi dan perdebatan pendapat-pendapat al-Qadhi al-Baqilani di dalam kebanyakan masalah. 
Al-Mustasha merupakan kombinasi antara metode mantiqi dan ushuli yang memberikan kontribusi tersendiri dalam isi-isi yang terkandung di dalamnya, hal tersebut terlihat dalam pembahasan mustholahat ushuliyyah dalam al-had, pembahasan maslahat, dan metode khusus dalam menyingkap permasalahan-permasalahan ushuliyyah sesuai pembahasannya, serta perdebatan yang ditarjihkan oleh al-Ghazali sendiri dalam ungkapan beliau "و المختار عندنا", و الصحيح عندنا"", "وهذا غير مرضي عندنا".

Mushtafa Abdul Razaq berkata: Sesungguhnya menurutku ilmu kalam dan tasawuf terdapat korelasi dengan falsafat yaitu sesuatu yang memperkenankan menjadikan lafadz mencakup terhadap keduanya, maka ilmu ushul fikih yang dinamakan juga ilmu ushul ahkam tidaklah lemah korelasinya dengan filsafat dan hampir pembahasan-pembahasan ushul fiqh juga dibahas dalam ilmu ushul aqa'id yaitu kalam.
Dari situlah Ulama masa selanjutnya terus mempelajari pemikiran kedua filosof islam itu seperti Imam al-Haromain dan Imam al-ghozali dengan memberikan bantahan terhadap kitab-kitab mereka, bahkan meniru terhadap yang mereka suguhkan dalam menggunakan metode pemberian bab-bab dalam setiap pembahasan serta perluasan isi setiap pembahasan.
Olehkarena itu mantiq Ahli Ushul khusus dari Fuqaha' dan Mutakallimin teremanasi dari dalil-dalil dan bukti-bukti yang terkandung pada pembahasan Had Ushuli dan pembahasan Istidlalat (penarikan kesimpulan).
Adapun Had menurut Ushuliyyin (Ahli Ushul) yaitu pengkhususan muhaddad (yang dibatasi) dengan sifat murni, sedangkan had hakiki menurut Aristoteles yaitu pencapaian hakikat, yaitu pencapaian kepada hakikat sesuatu yang didefinisikan, seperti yang ditetapkan Ushuliyyin bahwa had mempunyai tiga persamaan kata yaitu: al-had, al-haqiqah, al-ma'na.
Al-Ghazali memberikan korelasi antara mantiq dan ushul fikih dengan metode-metode independen yang diterapkannya sebagai pengembangan dalam mencapai tujuan syar'i sebagaimana berikut:
a- Pengambilan al-Ghazali dari mantiq sesuatu yang dianggap dharuri untuk ushul fikih yaitu apabila terdapat tabiat pembahasan yang membawanya kepada sebagian pembahasan-pembahasan mantiq maka beliau beradu argumen dengan kadar tertentu.
b- Di antara keistimewaan kombinasi yang dilakukan beliau yaitu proses pergantian musthalat mantiq ke musthalahat Islam, seperti penggantian attasawwur menjadi al-ma'rifat, attasdiq menjadi al-'ilmu, al-juz'i menjadi al-mu'ayyan, al-kulli menjadi al-muthlaq, al-maudhu' menjadi al-mahkum 'alaih, al-mahmul menjadi al-hukm, al-had menjadi al-'illat, asy-syakl menjadi an-nadzm, al-muqaddimah menjadi al-ushul dan an-natijah menjadi al-far'u.
c- Kombinasi al-Ghazali terhadap mantiq dan aplikasinya terhadap ilmu-ilmu islam tidak sampai bercampur dengan qiyas aristi terhadap qiyas ushuli, oleh karena itu dalam pemabahasan kita tidak menemukan pemasukan qiyas aristi kedalam qiyas ushuli, begitu pula sebaliknya.
d- Al-ghozali meringkas kedua kitab mantiqnya yaitu mahakunnadzor dan mi'yaru'l 'ilmi menjadi mukaddimah di dalam al-Mustashfa yang termaktub di dalamnya. 
Demikian hubungan dan pengaruh Filsafat Yunani terhadap pemikiran al-Ghazali dan hal itu tidak terbatas pada apa yang telah dipaparkan. Begitupula beliau terpengaruh pada ulama sebelumnya seperti terpengaruh terhadap kitab-kitab al-Farabi dan Ibnu Sina setelah mempelajari kitab-kitab mereka.

II. Aplikasi Metode Independen Al-Ghazali.

Telah kita ketahui bahwa kebutuhan memasukkan mantiq arsiti di dalam pengambilan kesimpulan kalam sangatlah tampak pada permulaan abad 5 H. ketika mantiq digunakan dengan bentuk yang lebih luas. Di dalam pembahasan ini akan di paparkan secara singkat dan global mengenai pengaruh Yunani terhadap pembahasan di dalam al-Mustashfa:
a- Al-ghazali membatasi dalil di dalam sama' , nash dan sebagian penggunaan akal, beliau juga mengganti al-maddah dan al-shurah dengan al-yaqin wa an-nadzm. Interaksi pendengaran, nash dan akal juga sangat tampak pada pembahasan mashlahat, istishlah, istishab, dan qiyas. 
b- Al-Ghazali membagi al-istidlal al-suwari ke dalam istidlal shahih dan fasid, dan istidlal shahih terbagi menjadi burhani, jadali, dan khithabi.
c- Al-Had aristi yaitu menjelaskan kepada hakikat atau dzat (كنه الشيء المعرف) sedangkan al-had menurut al-Ghazali yaitu perkataan yang menginterpretasikan kepada nama had dan sifatnya bagi penggunanya, hal itu terealisasi dengan kekhususan-kekhususan yang pasti yang tidak membutuhkan penyebutan sifat-sifat antara had dan lainnya. Dengan hal ini maka sudah jelas perbedaan antara pendangan ushul dan ushul aristoteles terhadap tujuan had. Beliau juga memasukkan tashawwur aristi dan menukilnya dari Ibnu Sina untuk menguatkan tashawwur hudud di dalam ushul.
d- Setujunya al-Ghozali di dalam natijah dari susunan dua mukaddimah dalam filsafat, tetapi tidak setuju memasukkannya dalam qiyas karena menurut beliau qiyas ada yang shahih dan fasid sehingga dalam penerapan susunan mukaddimah yang umum itu tidak bisa masuk pada esensi qiyas secara terperinci. 
Perubahan dan aplikasi al-Ghazali dalam menerapkan ushul fikih yang bermula dari Filsafat Yunani sangatlah banyak dijumpai dalam bab-bab kitab Mustashfa dengan konsep dan pembaharuan yang memastikan kesolidan dan kekuatannya dalam menerapkan ilmu ushul (apalagi pembahasan had) sehingga tidaklah cukup untuk memerinci satu-persatu dalam makalah yang terbatas ini.
Di sisi lain mantiq Yunani dalam metode pembuatan had terdiri atas beberapa metode yaitu:
- al-istiqro' yang di nisbatkan kepada Socrate.
- al-qismah yang metode qismah Platon.
- al-burhan yang dinisbatkan kepada Bacrotes
- at-tarkib yaitu madzhab hikmah Aristoteles. 
Sedangkan metode mantiq ushul dilandaskan pada sifat mahdud melalui sifat dzat, dari sini Ahli Ushul memandang sifat dan membaginya kepada dua hal:
- sifat lazim bagi mausuf (yang disifati) yang tidak bisa memisahkan mausuf (yang disifati) dengan tidak ada dzatnya.
- sifat esensial bagi mausuf (yang disifati) yang mungkin untuk memisahkan sifat terhadap mausuf (yang disifati) beserta tetapnya dzat mausuf (dzat yang disifati).

Istilah yang di dedikasikan al-Ghazali sekarang tidak asing ditemukan dalam istilah-istilah yang terdapat dalam kitab-kitab ushul fikih setelahnya, bahkan ushul fikih kontemporer sehingga lebih mudah untuk di pahami walaupun sebagian terinspirasi dari Filsayaf Yunani dan pemikir-pemikir sebelumnya.

B. Epilog

Alhamdulillah segala puji bagi-Nya. Membahas dan menganalisa permasalahan ushul yang di usung al-Ghazali akan menjadi sebuah pembahasan yang panjang dan tidak terlepas dengan kandungan dari kitab-kitab yang telah beliau karangan, yang mempunyai keterkaitan satu dengan yang lainnya menuntut kita untuk mencurahkan seluruh tenaga dan pikiran untuk memahami pemikiran al-Ghozali dalam ushul, apalagi apabila di korelasikan dengan Filsafat Yunani.
Pembahasan global yang telah di sampaikan tersebut kiranya bisa menjadi landasan awal untuk membuka pintu wacana pembaca tentang ushul al-Ghazali. Semua itu tak luput dari keterbatasan wacana yang di sampaikan sehingga menuntut pembaca lebih banyak menggali pemikiran ushul beliau.
Hanya dengan berlindung dan meminta pertolongan-Nya menjadikan kita senantiasa bisa berinteraksi dengan lingkungan sekitar untuk memahami arti sebuah kenyataan dalam memahami pemikiran-pemikiran yang sangat plural sehingga dikatakan "lihatlah halaman yang berwarna-warni dari buku alam semesta ini", berharap segala ampunan dari-Nya atas segala kekurangan.

1 komentar: